Senin, 21 Agustus 2017

Mewarnai Indonesia Melalui #PesonaBhinneka di Selo Langit

Pernah dengar objek wisata Selo Langit Gaes? Ah, saya juga baru denger. Pas saya check di google maps kok rada susah ya. Ini lokasinya terindeks google maps gak sih? Saya awalnya bingung. Pada saat itu saya diminta Mbak Rian dari Komunitas Blogger Jogja untuk berpartisipasi di acara ini. Pada awalnya saya ragu. Jujur saya takut nyasar. Kedua, bareng siapa saya ke sana? 

Akhirnya, saya kontak Hafidz (blognya : monyoku.com), kemudian Aan (blognya : aanpambudi.id), mereka satu kampus denganku, tapi beda fakultas dan jurusan. Kami bertiga sepakat berangkat bareng dari UNY. Perjalanan kurang lebih 50 menitanlah. Nah kami bertiga kan kurang tahu nih arah ke sananya. Tersesatlah kami hahaha. Kami ambil rute yang salah sehingga ketemu jalan tidak beraspal. Rusak pula.  

Tapi tenang gaes, meskipun demikian, saya pribadi sangat puas dengan pemandangan indah di sepanjang jalan. Dari Tebing Breksi hingga Candi Ijo. Keren dah pokoknya. Kamu kudu nyobain deh main ke sini. Soalnya nih gaes, DIY khususnya Sleman memiliki banyak destinasi wisata yang sangat cantik. 

Setibanya di Selo Langit, kami disambut panitia. Tenda-tenda sudah berdiri dengan cantikya. Sesudah registrasi, saya memilih menempati tenda no 2. Sumpah, saya enggak nyesel datang ke sini. Padahal awalnya saya sempat ragu. 
Acara yang saya ikuti berupa camp selama 2 hari, mulai dari tanggal 16 hingga 17 Agustus 2017. Camp ini diselenggarakan oleh Duta Damai Dunia Maya regional Jogja. Duta Damai merupakan komunitas yang dibentuk oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terosrisme) yang berisi anak-anak muda penyedia konten positif di dunia maya. Mereka yang tergabung di komunitas ini terdiri dari pegita media sosial, blogger, vlogger, fotografer, ada juga desainer grafis. Mereka memiliki misi menyebarkan dan memviralkan konten-konten positif di dunia maya entah dalam bentuk tulisan, gambar, maupun video. 

Mewarnai Indonesia melalui camp pesona kebhinnekaan dipilih sebagai tema dalam acara ini. Acara ini turut mengundang komunitas, aktivis media sosial, blogger, kompasianer, pelajar dan mahasiswa. Bahkan ada peserta yang datang jauh-jauh dari Madura demi mengikuti acara ini. Den Zairi nama peserta yang dimaksud. Selain itu, mahasiswa dari Kampus Unnes Semarang turut serta berpartisipasi dalam rangkaian acara ini. Ramai deh pokoknya. Bisa tambah kenalan dan bribikan. Eaaaa. 

Ada apa dengan Selo Langit? Kenapa Selo Langit dipilih sebagai lokasi camp? 

Selo Langit merupakan suatu daerah yang terletak di Gedhang Sari, Sambirejo, Sleman. Selo Langit merupakan destinasi wisata dibuka baru-baru ini kok. Lokasinya emang asyik banget dan sangat instagrammable. Sayangnya, daerah ini dilanda kekurangan air bersih dan kekeringan. Padahal spotnya oke punya. Niat kami ke sini untuk membanti memviralkan objek wisata Selo Langit melalui berbagai platform dan media sosial. 

Selain itu, Selo Langit sempat terindikasi dijadikan sasaran pelatihan kalangan radikalis dan teroris. Ya iyalah gaes, mereka itu (teroris) kalau buat pelatihan ya di tempat-tempat seperti ini, di hutan-hutan, daerah tandus, dan bukit yang penuh semak belukar. Penduduk setempat mungkin tidak banyak memaruh curiga jika di wilayahnya dijadikan sebagai basecamp latihan para teroris. Yang perlu diperhatikan adalah kewaspadaan kita terhadap perilaku tidak wajar dari sekelompok orang tertentu di suatu lokasi yang seperti ini. 

Okay, Next. 
Setelah makan siang, kami berkumpul dan saling berkenalan. Dilanjut materi sesi pertama. Pada sesi ini, kami belajar tentang geoheritage yang dipandu oleh Pak Didit Hadi Barianto, dosen geologi UGM. Lokasi Selo Langit berada di pegunungan semilir dan memiliki kaitan dengan gunung api purba. Kami diajak mengenal batuan di sekitar lokasi. Pak Didit mengatakan betapa menariknya wisata edukasi berbasis geoheritage. 

Geoheritage dapat dikatakan sebagai warisan geologi yang terbentuk secara alami dan memiliki nilai sangat tinggi dan luar biasa karena merepresentasikan rangkaian rekaman proses geologi yang saling berhubungan, sehingga secara keilmuan merupakan bagian penting dari sejarah dinamika bumi (sumber : Ikatan Ahli Geologi Indonesia/IAGI). Melalui wisata berbasis geoheritage kita dapat mengenal bagaimana dinamika geologi (misal bagaimana pembentukan batuan dan gunung api purba) di suatu wilayah. Maka dari itu, sangat penting mengedukasi masyakarakat dan wisatawan tentang warisan geologi ini sebagai bagian dari konservasi alam. 
Sesi kedua berupa materi tentang memviralkan konten positif. Pada kesempatan ini kami dibersamai oleh Mas Eko, seorang pegiat media sosial yang tergabung dalam MASDJO (Masyarakat Digital Jogja). Mas Eko kemudian memaparkan betapa lalu lintas informasi di dunia maya sekarang ini dipenuhi berbagai konten negatif dalam bentuk hoax, hate speech, cyber bullying, dan sebagainya. Mas Eko mengajak peserta untuk membuat konten-konten positif guna melawan konten negatif yang dirasa mampu merusak kebhinnekaan kita. 
Sesi ketiga ini yang ditunggu-tunggu. Pasalnya pas sesi ini kita membaur bersama masyarakat sembari memanjatkan doa dan kendurian. Kami menikmati suguhan kuliner setempat berupa ingkung ayam, sayur, dan penganan lokal hasil pertanian setempat. Asyik banget. Jarang-jarang saya dapat momen seperti ini. 

Setelah sesi makan-makan selesai, peserta camp dan para warga turut serta dalam diskusi yang mengundang 3 narasumber lintas budaya dan agama. Ketiga narasumber tersebut yakni Romo Teguh Sentosa Sekretaris Eksekutif Komisi PSE KWI,  Alissa Wahid dari Gusdurian, dan Hairus Salim dari LKIS (Lembaga Kajian Islam & Sosial). Mereka merupakan tokoh nasional yang menjunjung tinggi nilai-nilai multikulturalisme dan kebhinnekaan. Sesi ini dipandu oleh moderator cantik Kak Elzha yang merupakan Duta Damai, pegiat media sosial, dan blogger. Overall, acara seru dan sesi diskusi ini berhasil memantik banyak pertanyaan dari peserta. Acara ditutup dengan deklarasi damai yang melibatkan pemateri dan tokoh masyarakat setempat. Deklarasi ini merupakan komitmen bersama yang mengingatkan kita akan indahnya perdamaian dalam kebhinnekaan. 

Kegiatan di hari pertama selesai. Dilanjut keesokan hari dengan memburu matahari terbit, bersih-bersih, dan upacara kemerdekaan di dekat watu payung. 
Begini dokumentasi yang berhasil saya dapatkan saat mengibarkan sang merah putih di puncak Selo Langit. Gimana menarik kan?

Saya sangat puas dengan kegiatan camp Mewarnai Indonesia Melalui Pesona Kebhinnekaan ini. Saya mendapat pengalaman seru, disuguhi keramahtamahan masyarakat setempat, menyaksikan matahari terbit, mendapat teman-teman baru, serta hal lain yang saya sulit deskripsikan. Seperti misalnya saat upacara bendera. Ternyata banyak warga yang seumur hidupnya belum pernah mengikuti kegiatan upacara pengibaran sang merah putih. Pada kesempatan ini warga setempat diajak mengikuti jalannya upacara dari awal hingga akhir. Tak hanya itu, warga setempat mempersembahkan tarian jathilan sebagai bentuk hiburan kepada kami semua. Ini sangat menyentuh menurut saya.


Semoga kegiatan ini diadakan lagi tahun depan dan mampu menggaet peserta dari berbagai pelosok Indonesia (level nasional) serta mendapat dukungan tidak hanya dari dinas dan pemda setempat tetapi juga dari pemerintah pusat. 

Sampai jumpa di postingan selanjutnya!!!

Senin, 07 Agustus 2017

Netizen Cerdas, Media Sosial, dan Konten Positif

Media sosial bisa menjadi bara. Diam-diam menikam dan menghancurkan. Bisa juga menjadi cahaya. Memberikan pelita harapan dan menebar manfaat bagi yang cerdas memanfaatkanya. Dimensi politik dan agama merupakan salah satu elemen yang kerap dijadikan ladang memperkeruh bhinneka. Medan politik kerapkali dimanfaatkan segilitir orang untuk membentuk wacana, menggiring opini, dan membunuh karakter. Pilkada DKI salah satu contohnya. Sekali klik sepersekian detik informasi beredar. Selain pembunuhan karakter, isu radikalisme online, cyber bullying, hoax, ujaran kebencian, kerap menjadi konsumsi harian masyarakat. Masyarakat mengalami disorientasi persepsi, di mana mereka menjadi gamang atas ramainya lalu lintas informasi yang memanipulasi pikiran manusia sepersekian detik. Sebagian mudah tersulut isu, menjadi brutal, dan mengajak massa membuat kobaran api yang lebih besar. 

Lantas, bagaimana memanfaatkan media sosial demi kebaikan bersama? Media sosial adalah modal sosial. Netizen cerdas tahu bagaimana menangkal isu negatif yang beredar yang tidak memberdayakan. Netizen cerdas mampu menjadikan media sosial sebagai konten positif tempat berkreasi dan menebar jala pengetahuan. Seperti misalnya salah satu netizen Dwi Suwiknyo ini. Melalui akun facebooknya, Mas Dwi kerap berbagi seputar tips menulis dan juga motivasi agar terus menelurkan karya. Meskipun sudah menerbitkan beberapa buku dengan label mayor, tak menjadikan Mas Dwi tinggi hati. Mas Dwi masih mau berbagi secuil pengetahuan di kelas menulis online (facebook) yang diampunya, baik yang berbayar maupun cuma-cuma. Jarang sekali Mas Dwi melontarkan postingan yang tentunya memantik kebencian. Apalagi hoax yang tidak ada faedahnya. 

Boomingnya media sosial dan instan messaging seperti Whatsapp, Line, dan BBM memang menjadikan dunia dalam genggaman. Namun, tanpa dilandasi kesadaran dan kecerdasan dalam mengelolanya, menjadikan manusia gamang dan mudah menyalah-nyalahkan. Nyinyir dan meledak-ledak via medsos.  
Berkenaan dengan hal tersebut Divisi Humas Polri bekerjasama dengan netizen Jogja mengadakan diskusi dengan tajuk "Membangun Budaya Positif Dalam Bermedia Sosial." Netizen Jogja yang diundang merupakan komunitas-komunias yang memiliki basis pengaruh dan follower cukup kuat di dunia maya. 

Tagar #MedosAgawaRukun menjadi kata kunci untuk memviralkan acara yang berlokasi di Hotel Sahid Rich tersebut. Empat narasumber dihadirkan. Dua narasumber berasal dari kepolisian, satu dari Kominfo, dan terakhir dari Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). 

Drs. Ahmad Dofiri selaku Kapolda DIY berujar agar hati-hati ketika menyampaikan informasi via media sosial, apalagi jika hal tersebut dibaca banyak orang di suatu komunitas/grup dan viral. Jikalau informasinya positif dan bermanfaat tak apa. Jika sebaliknya malah memicu pertikaian sengit di dunia maya. Oleh karenanya, Tabayun atau kroscek dulu informasi sebelum jempol memencel tombol berbagi di media sosial. Tak berbeda dari itu, Drs. Adnas, M.Si yang saat ini menjabat sebagai brigadir jenderal di kepolisian mengharpkan agar masyarakat, khususnya netizen membangun edukasi agar tidak mudah termakan hoax. Sinergi polisi dengan netizen dalam membuat konten positif juga diperlukan. Netizen diharapkan berbagi informasi yang akurat, utuh, bisa dipertanggungjawabkan. 

Pembicara selanjutnya, Ibu Mariam F. Barata dari Kominfo menyampaikan betapa pentingnya kesadaran dan kecerdasan dalam bermedsos. Isu penutupan telegram nyatanya menjadi bola panas dan menyulut api ke mana-mana. Bahkan ada masyakat yang takut kalau-kalau media sosial dibungkam dan sehingga masyarakat sulit menyalurkan ekspresi serta gagasan-gagasan. Nyatanya tidak demikian, Telegram tetaplah eksis. Telegram disinyalir membawa kaum radikalis dan teroris muncul ke permukaan. Makanya pemerintah melalui Kominfo melakukan upaya preventif guna mencegah situs atau aplikasi yang melanggar undang-undang. Melalui kompromi, pendiri Telegram mau datang ke Indonesia dan bernegosiasi dengan pemerintah terkait adanya kejahatan cyber. 

Pembicara terakhir bernama Naomi Lania yang mewakili KPAI. Perempuan yang sudah memakan asam garam dan berkeliling hingga berbagai pelosok Indonesia menyampaikan kekesalannya mengenai pornografi online dan perisakan di dunia maya. Beliau mencontohkan kasus Yuyun yang sempat heboh beberapa waktu silam. Salah satu tersangka yang melakukan tindak pidana perkosaan kterhadap Yuyun terinspirasi dari situs-situs dewasa yang kerap dia konsumsi. Kasus-kasus kejahatan terhadap anak dan wanita kerap menjadi sorotan publik. Kasus kematian Angeline yang dibunuh ibu angkatnya misalnya. Naomi yang berjuang menyibak tabir kematian Angeline pun harus bergulat ketika dirinya dituduh menggelapkan dana masyarakat yang diperuntukkan bagi keluarga almarhum.

Inspirasi dari ke empat narasumber begitu luar biasa. Bagaimanapun, peran netizen cerdas dalam memproduksi konten positif di media sosial masih sangat diperlukan. Tak terasa waktu cepat berjalan. Jam menunjukkan lebih dari pul 22.00 WIB. Saat sesi tanya jawab dibuka beberapa tangan menunjukkan antusiasme. Termasuk saya. Overall, acara in terbilang keren. Hestek #MedosAgaweRukun yang beredar di twitter diviralkan lebih dari 100 netizen dan 500 post dengan impresi lebih dari 10.000.000.