Senin, 30 Maret 2015

Kekuatan Story Telling (Part #2 Bincang Edukasi & Agama)

Hoaaammmmmm...sambil ngulet dan meregangkan badan. Udah kayak kucing aja. Gile nih bocah ! Masih betah melek aja pagi buta begini. Dasar makhluk astral nokturnal ! Liat noh jam dinding udah menunjukan pukul berapa? 3.13 WIB. Yeee gue kan insomnia akut. Oke daripada ngaco enggak jelas mending aku nulis aja deh. Kan aku mau ngelanjutin sekuel kedua dari tulisan ini Kekuatan Story Telling Part #1 Game & Animasi.

Jadi kronologinya aku nulis catatan ini karena terinspirasi dari postingan dari 2 teman Facebook. Untuk episode pertama telah dijelaskan di artikel ini Kekuatan Story Telling Part #1 Game dan Animasi. Kali ini aku akan sedikit ngulas postingan yang diupdate Mbak Sari Musdar. Dia adalah seorang novelis dan juga travel blogger. Nyenggol isu agama sih. Namun aku suka bagaimana Mbak Sari ini memaparkan uneg-uneg-nya. Begitu jujur. Menohok. Tanpa bermaksud menghakimi. Tetapi justru hal semacam itu menjadikan kita berpikir dan merenungkan kembali bagaimana peran agama sangat berpengauh signifikan terhadap kehidupan kita. Agama bukan sekadar label yang melekat pada atribut-atribut tertentu. Agama lebih dari itu. Agama adalah cara mengenal dan berdialog dengan Tuhan. Sebab Tuhan hadir dalam diri kita. Agama adalah tentang kasih. Agama adalah tentang cinta. Well aku kutip langsung aja nih tulisan Mbak Sari, tentu dengan beberapa editan di sana-sini. 
Teman saya dari keluarga muslim cerita waktu kecil guru agamanya (Islam) menceritakan agama sebagai sesuatu yang menyeramkan, apa-apa dikaitkan dengan NERAKA
Waktu saya kecil (Sari Musdar) karena sekolah di sekolah katolik (SD), Pastur Wolf cerita tentang perjalanan Nabi Isa dari proses Maria mengandung, mencari penginapan, membesarkan anaknya dengan gaya penceritaan yang menarik, mimic muka yg ekspresif. He is a great story teller!
Pastur Wolf ini dari Austria, badannya agak gemuk tapi mukanya selalu ceria dan ramah pada anak-anak kecil, sehabis misa biasanya anak-anak langsung mengerubungi pastur.
Jaman SMA guru agama saya orang Indonesia lulusan Sekolah teologi, di sinilah kami yang ABG dibuat pusing belajar filosofi.
Untungnya di rumah, ibu memanggil guru mengaji yang bisa menyampaikan materi agama dengan menarik meskipun kami sering kabur hehehe
dan tiap sore kita mendengarkan ceramah Ustadz Qashim Nurseha yang bagus pemaparannya, agama tidak terkesan menyeramkan.
Coba bayangkan kalau saya belajar Islam dan guru saya hanya menakut-nakuti saya dengan neraka, mungkin saya makin menjauh dari kebutuhan belajar agama.padahal agama itu kebutuhan, isinya panduan, dan JUBAH KASIH ALLAH lebih besar dari hukuman.
Harusnya lebih ditekankan kesadaran untuk cinta ALLAH, bukan takut neraka
Aku setuju dengan apa yang disampaikan Mbak Sari. Dulu waktu SMP aku takut banget sama pelajaran agama islam. Apalagi kalau Ramadan ada pesantren kilat dan kita diwajibkan mengisi daftar kegiatan berupa amalan yang dilaksanakan selama Bulan Ramadan. Aku enggak lancar baca Al-quran. Aku dibesarkan bukan dari lingkungan yang taat agama. Sholat aja aku masih sering bolong. Aku buta agama. Bagiku agama tak lebih dari ritual sholat, puasa, zakat, dan ritual wajib lainnya.

Orang tuaku? Sedih kalau bicara ini. Ibuku kurang peduli akan hal ini. Ayahku bekerja (kadang shift siang, kadang shift malam) sehingga jarang sekali kami berinteraksi hanya sekadar untuk mengaji. Pernah sih aku masuk TPQ, tapi cuma belajar sampai jilid 3. Karena itu aku mengalami ketakutan yang amat sangat kalau ada pelajaran agama, takut kalau kalau disuruh membaca Alquran. Sedang cara membacaku masih terpatah-patah dan belum sempurna. Aku malu kalau diolok-olok teman sekelas. Namun Alhamdulilah guru agamaku tidak mengerikan. Huh jangan bayangkan guru agama bawa tongkat dan siap menghentak murid yang tidak bisa mengaji. Buang pikiran itu jauh-jauh. jangan sampai deh.

Adikku lebih syeremmm lagi. Guru agamanya (SMP) akan membawa-bawa neraka jika dia mengetahui siswanya tidak bisa atau tidak lancar membaca Alquran. Beliau juga tak segan-segan memarahi murid tersebut di dalam kelas. Dulu adikku sangat ketakutan. Adikku begitu membenci guru tersebut. Sang Guru yang seharusnya membimbing dan memotivasi semangat muridnya, malah menakut-nakutinya dengan neraka. Memang sih, siapapun tidak ada yang mau tinggal di neraka. Namun konteksnya, ketika bicara agama dalam ranah pendidikan sikap demikian adalah tidak etis. Alih-alih muncul empati atau apresiasi, yang ada malah rasa benci, ketakutan, bahkan fobia.

Kalimat terakhir Mbak Musdar, "harusnya agama ditekankan untuk cinta ALLAH, bukan takut neraka."

Pernah dengar lagu dari Almarhum Chrisye yang liriknya berbunyi gini,
Apakah kita semua benar-benar tulus sepenuh hati
Atau mungkin kita hanya takut pada neraka
dan inginkan surga
Jika surga dan neraka tak pernah ada
Masihkah kau sujud kepadaNYa
Jika surga dan neraka tak pernah ada
Masihkah kau menyebut namaNya
Yah kira-kira itulah sepenggalan lirik dari lagu yang dinyanyikan Almarhum Chrisye. Menohok enggak sih jika dipikir-pikir? Selama ini kita beribadah niat kita apa? Apa karena ingin mengejar surgaNya? Ketakutan panasnya api neraka? Atau karena sebuah ketulusan bahwa aku melakukan semua ini karena kecintaanku pada Allah. Itu saja. Bukan amalanku yang memasukkan aku ke surgaNya. Tetapi karena kasih dan cintaNya kepadaku yang melindungi aku dari panasnya api neraka. Kasih Allah meliputi segala sesuatu. CintaNya melindungi mahkluknya. Aku percaya itu. 

Story Telling, Edukasi, & Berbagi

Jika saja penyampaian pesan moral dalam agama disampaikan dengan gaya story telling, bisa jadi itu menjadi media yang menarik perhatian anak-anak. Bukan dengan gaya memerintah atau menggurui. Anak-anak begitu polos. Mereka suka cerita. Sebagian kisah Alquran disampaikan dengan bahasa narasi. Bahasa cerita. 

Sudah banyak buku anak-anak yang mengulas kisah perjalanan Nabi dan Sahabat, kisah para wali, dan kisah-kisah hikmah yang lainnya. Ceritakan kisah-kisah tersebut kepada mereka! Ceritakan dengan penuh semangat dan mimik muka yang ekpresif! Ceritakan dengan penuh ketulusan dan kesungguhan! Ceritakan dengan gaya bertutur yang menarik! 
Sumber. www.business2comunnity.com
Anak-anak pasti tertarik. Sediakan buku-buku cerita anak yang berkualitas. Tutor atau guru menyampaikan cerita. Anak-anak mendengarkan. Kemudian anak-anak diminta memberikan komentar, bertanya, atau menceritakan kembali karakter-karakter/tokoh dalam cerita tersebut. Intinya ada feedback dan interaksi selama kegiatan tersebut berlangsung. 
Sumber. www.digitalsherpa.com
Itu untuk anak-anak. Bagaimana dengan remaja? Usia remaja nalarnya sudah bagus dan bisa diajak untuk berdiskusi. Mungkin kegiatan yang sesuai dengan usia mereka adalah menonton koleksi Video Harun Yahya, film atau kisah perjuangan, membuat review cerpen atau novel islami, membuat komik islami, studi kasus, observasi langsung ke masyarakat untuk mengenal lingkungan sekitar kemudian presentasikan hasilnya di hadapan teman-teman, dan masih banyak kegiatan positif lainnya. 
Sumber. www.angelajamesauthor.co.uk
Namun disayangkan, mengingat kurikulum kita yang sering berganti-ganti dan membuat bingung pendidik maupun peserta didik, apakah model belajar seperti bisa diterapkan di sekolah-sekolah? Aku rasa agak sulit. Oleh sebab itu, keluarga memegang peranan kunci. Jika sekolah tidak memungkinkan, maka role modelnya yang bermain di sini adalah ayah, ibu, kakak, atau orang dewasa yang mampu membangun atmosfer belajar seperti itu. 

Aku sekarang tahu kenapa ada anak-anak yang begitu ekspresif tetapi sebagian lagi pendiam. Anak yang ekspresif biasanya suka mengungkapkan apa-apa yang dirasakannya kepada orang lain. Orang tuanya sudah membiasakan si anak untuk berbagi dan mengungkapkan isi hatinya. Anak pendiam bisa jadi terbentuk karena kurangnya interaksi dan komunikasi antaranggota keluarga. Gaya mendidik yang cenderung tidak demokratis alias otoriter penuh perintah menjadikan si anak bak robot yang patuh pada setiap kata orang tuanya. Anak takut melakukan kesalahan. Jika melakukan kesalahan akan mendapat sanksi sehingga anak memilih untuk menghindari kesalahan. Menjadi pendiam dan tidak banyak tingkah mungkin salah satu cara mengekspresikannya.  Duh sebenernya ini kisah gue

Aku juga mau sharing pengalamanku selama KKN. Tepatnya di bulan Agustus-September 2014 kemaren. 

Kami diterjunkan di posko Dukuh Blimbing Kecamatan Ponjong Gunung Kidul. Kami terdiri dari 10 orang dengan personel 5 cewek dan 5 cowok. Pada saat awal kami mengajar ngaji TPQ di masjid, wuidihhh anak-anaknya pada nakal dan sulit diatur. Kemudian kami mengajak mereka bermain, bernyanyi, dan bercerita sebelum mengaji. Lama-kelamaan kami makin akrab. Kami makin dekat. Pada Bulan Ramadhan anak-anak malah sering menyambangi posko kami. Sekedar untuk belajar atau bercerita. 
www.philmskinney.com
Memori KKN begitu membekas dan tak terlupakan. Bahkan sebelum berpisah, aku sempat diajak oleh satu anak yang masih SD untuk berkeliling desa. Melewati sawah dan tanggul, melihat-lihat gua, kolam ikan, jembatan, bertegur sapa dengan penduduk. Kata temen-temenku KKN, aku ini udah menjadi magnet bagi anak-anak. Anak-anak suka padaku. Saat lomba 17 Agustus, anak-anak kecil usia Paud dan TK pada nempel ke aku. Minta digendong. Aku jadi rebutan. hahahaha :D Aku melakukannya karena aku tulus. Aku ingin berbagi apa yang aku miliki dengan mereka. Aku suka menggambar, aku mempersilakan anak-anak berkreasi dengan pastel dan kertas. Aku mengajari salah satu anak bernama Andini yang masih Paud untuk mengenal huruf melalui gambar Hello Kitty. Ya Hello Kity! Favorit Andini. Ada Hello Kitty memegang huruf A, B, C, demikian seterusnya. Dan Andini senang sekali. Mamanya bercerita ke aku kalau Andini suka gambar-gambarku. Andini menyukaiku. Anak-anak lain pun menyukaiku. Tak jarang mereka meminta digambarkan Hello Kitty. Sama kayak Andini.

Anak-anak. Begitu polos. Begitu tulus. Aku mencintai mereka dan dunianya. 

5 komentar:

  1. harusnya agama ditekankan untuk cinta ALLAH, bukan takut neraka.

    setuju mba, dengan cinta menjalankan agama terasa indah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bismillah Mbak Kania... :D
      Insya allah
      Semoga Allah senantiasa mencintai dan melindungi kita Mbak :)
      Makasih :D

      Hapus
  2. iya mbak, cerita yang menarik bikin anak excited ya dan nambah rasa ingin tau mereka, lama kelamaan cinta itu terbangun sendiri. dan setuju, keluarga memang memiliki peranan yang sangat krusial terhadap pendidikan agama anak2

    tfs mbaak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya Mbak setuju banget :)
      semua dimulai dari keluarga Mbak Istiani :D
      Keluarga adalah fondasi pertama pembentuk karakter anak

      Hapus
  3. benar itu. kurikulum di indonesia ini selalu berubah ubah.. dulu sok sok an ikut kurikulum cambridge, sekarang nasionalisme. tapi aku Alhamdulillah dapet guru ngaji asik terus, guru agama sekolah ku lebih asik lagi, gaul.. gak pernah ngancem ngancem neraka walau ngaji gak bisa bisa.. hehehe.. guru harus lebih kreatif lagi dalam mengajar

    BalasHapus